30 April 2009

Menikah

Pergaulan muda-mudi pada masa sekarang ini sudah sedemikian bebas. Hal ini membuat peluang untuk berzina menjadi sangat terbuka lebar. Untuk menghindari terjadinya perzinaan, maka salah satu caranya adalah dengan melangsungkan pernikahan.


Banyak orang yang berfikir menikah itu menghalangi kebebasan, setelah menikah, kita akan terkekang. menikah juga memerlukan biaya yang besar. belum lagi kehidupan setelah menikah, yamh tentunya membutuhkan biaya pula. benarkah demikian?


Menikah merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah, selain untuk menghindarkan diri dari perbuatan zina. Anjuran untuk menikah telah banyak disampaikan, baik itu melalui media informasi maupun dalam khutbah2 keagamaan. Lantas mengapa menikah itu sangat dianjurkan? Berikut kami sampaikan beberapa alasannya:


1. Menikah adalah sunnah Rasul


Menikah adalah salah satu Sunnah para Rasul. Setiap rasul yang diutus, menikah dan memiliki keluarga. Pantaskah kita tidak melaksanakan sunnah tersebut?


At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ayyub Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.


"Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah."


2. Siapa yang mampu menikah, menikah lah


menikah memang memerlukan persiapan. Saat kita menikah, tentunya kita membutuhkan mahar, sebagai salah satu syarat sah untuk menikah. Lantas, mengapa kita tidak menikah hanya karena alasan tidak ada biaya? bukankah selain menikah, kita juga dapat membentengi diri kita dengan puasa? tapi janganlah hal ini lantas sijadikan alasan untuk tidak menikah.


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita menikah, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu. Ia menuturkan: "Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu beliau bersabda kepada kami:


"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikah lah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).'"


3. Menikah dengan niat menjaga kesucian, pasti Allah akan menolongnya


Kadang kita takut untuk menikah karena khawatir kita tidak mampu memberi nafkah pada keluarga kita. Kenapa kita takut, padahal rejeki datangnya dari Allah? Bukankah Allah sudah menjamin rejeki setiap orang, termasuk setelah menikah? Menikah merupakan salah satu ibadah, mungkinkah Allah tidak memberikan balasannya?


Jika kita menikah karena niat yang suci, insya Allah rejeki kita akan dimudahkan oleh Allah.


At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.


"Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah; seorang budak yang ingin menebus dirinya dengan mencicil kepada tuannya, orang yang menikah karena ingin memelihara kesucian, dan pejuang di jalan Allah."


4. Menikah dengan wanita yang shalehah dan subur adalah kebanggaan di hari kiamat


Jika kita ingin menikah, alangkah baiknya jika calon pendamping yang kita pilih adalah orang yang benar-benar sholeh. Hal ini sangat penting demi kelangsungan mahligai pernikahan yang kita bangun, sehingga mampu membentuk sebuah keluarga yang sakinah.Janganlah kita menikah dengan sembarang orang, telebih lagi menikah dengan orang yang tidak beriman.


Selain itu, jika kamu hendak menikah, carilah dari keluarga yang wanita-wanitanya dikenal subur (banyak anak) dan berbelas kasih kepada suaminya, karena Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam membanggakanmu mengenai hal itu pada hari Kiamat. bukankah dengan menikah, salah satu tujuan kita adalah untuk memperoleh keturunan?


Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan: “Seseorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan: ‘Aku mendapatkan seorang wanita (dalam satu riwayat lain (disebutkan), ‘memiliki kedudukan dan kecantikan’), tetapi ia tidak dapat melahirkan anak (mandul); apakah aku boleh menikahinya?’ Beliau menjawab: ‘Tidak.’ Kemudian dia datang kepada beliau untuk kedua kalinya, tapi beliau melarangnya. Kemudian dia datang kepada beliau untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda: ‘Nikahilah wanita yang berbelas kasih lagi banyak anak, karena aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat yang lain.’”


5. Persetubuhan setelah menikah adalah sedekah


Aktivitas seksual setelah menikah dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan, atau untuk memelihara dirimu atau dirinya, maka engkau mendapatkan pahala; berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu, bahwa sejumlah Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah mendapatkan banyak pahala. Mereka melaksanakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, dan mereka dapat bershadaqah dengan kelebihan harta mereka."


Beliau bersabda: "Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa yang dapat kalian shadaqahkan. Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada yang ma'ruf adalah shadaqah, mencegah dari yang munkar adalah shadaqah, dan persetubuhan salah seorang dari kalian (dengan isterinya) adalah shadaqah."


Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kami yang melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan pahala?"


Beliau bersabda: "Bagaimana pendapat kalian seandainya dia melampiaskan syahwatnya kepada hal yang haram, apakah dia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskannya kepada hal yang halal, maka dia mendapatkan pahala."


6. Menikah mengembalikan semangat “muda”


Menikah dapat mengembalikan kekuatan dan kepemudaan badan. Karena ketika jiwa merasa tenteram, tubuh menjadi giat.


Inilah seorang Sahabat yang menjelaskan hal itu kepada kita, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Alqamah Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan: “Aku bersama ‘Abdullah (bin Mas’ud), lalu ‘Utsman bertemu dengannya di Mina, maka ia mengatakan: ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, sesungguhnya aku mempunyai hajat kepadamu.’ Kemudian keduanya bercakap-cakap (jauh dari ‘Alqamah). ‘Utsman bertanya kepadanya: ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, maukah aku nikahkan engkau dengan seorang gadis yang akan mengingatkanmu pada apa yang dahulu pernah engkau alami?’ Ketika ‘Abdullah merasa dirinya tidak membutuhkannya, maka dia mengisyaratkan kepadaku seraya mengatakan: ‘Wahai ‘Alqamah!’ Ketika aku menolaknya, dia mengatakan: ‘Jika memang engkau mengatakan demikian, maka sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami: ‘Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu untuk menikah, maka menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah; karena puasa dapat mengendalikan syahwatnya.’”


7. Anak dapat memasukkan orang tuanya ke surga


Bagaimana anak memasukkan ayah dan ibunya ke dalam Surga? Mari kita dengarkan jawabannya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits qudsi. Imam Ahmad meriwayatkan dari sebagian Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda.


"Di perintahkan kepada anak-anak di Surga: 'Masuklah ke dalam Surga.' Mereka menjawab: 'Wahai Rabb-ku, (kami tidak masuk) hingga bapak dan ibu kami masuk (terlebih dahulu).' Ketika mereka (bapak dan ibu) datang, maka Allah Azza wa Jalla berfirman kepada mereka: 'Aku tidak melihat mereka terhalang. Masuklah kalian ke dalam Surga.' Mereka mengatakan: 'Wahai Rabb-ku, bapak dan ibu kami?' Allah berfirman:


'Masuklah ke dalam Surga bersama orang tua kalian.'”


8. Menggunakan seluruh waktu untuk beribadah menyalahi sunnah Nabi Muhammad saw


Sebagian manusia memutuskan untuk beribadah dan menjadi "pendeta" serta tidak menikah, dengan alasan bahwa semua ini adalah taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Kita sebutkan kepada mereka dua hadits berikut ini, agar mereka mengetahui ajaran-ajaran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan keharusan mengikuti Sunnahnya pada apa yang disabdakannya.


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas bin Malik, ia menuturkan: Ada tiga orang yang datang ke rumah isteri-isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka diberi kabar, mereka seakan-akan merasa tidak berarti. Mereka mengatakan: "Apa artinya kita dibandingkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan terkemudian?" Salah seorang dari mereka berkata: "Aku akan shalat malam selamanya." Orang kedua mengatakan: "Aku akan berpuasa sepanjang masa dan tidak akan pernah berbuka." Orang ketiga mengatakan: "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya." Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang lalu bertanya: "Apakah kalian yang mengatakan demikian dan demikian? Demi Allah, sesungguhnya aku lebih takut kepada Allah dan lebih bertakwa daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, serta menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.'"


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujui Salman Radhiyallahu ‘anhu atas apa yang dikatakannya kepada saudaranya, Abud Darda' Radhiyallahu ‘anhuma yang telah beristeri, agar tidak menghabiskan waktunya untuk beribadah dan menjauhi isterinya, yaitu Ummud Darda’ Radhiyallahu ‘anha. Dia menceritakan kepada kita peristiwa yang telah terjadi.


Al-Bukhari meriwayatkan dari Wahb bin ‘Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara Salman dan Abud Darda'. Ketika Salman mengunjungi Abud Darda', dia melihat Ummud Darda' mubtadzilah (memakai baju apa adanya dan tidak memakai pakaian yang bagus). [17] Dia bertanya: "Bagaimana keadaanmu?" Ia menjawab: "Saudaramu, Abud Darda', tidak membutuhkan dunia ini, (yakni wanita. Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat tambahan: ‘Ia berpuasa di siang hari dan shalat di malam hari’).”


Kemudian Abud Darda' datang lalu Salman dibuatkan makanan. "Makanlah, karena aku sedang berpuasa," kata Abud Darda'. Ia menjawab: "Aku tidak akan makan hingga engkau makan." Abud Darda' pun makan. Ketika malam datang, Abud Darda' pergi untuk mengerjakan shalat.


Salman berkata kepadanya: "Tidurlah!" Ia pun tidur. Kemudian ia pergi untuk shalat, maka Salman berkata kepadanya: "Tidurlah!" Ketika pada akhir malam, Salman berkata: "Bangunlah sekarang." Lantas keduanya melakukan shalat bersama.


Kemudian Salman berkata kepadanya: "Rabb-mu mempunyai hak atasmu, dirimu mempunyai hak atasmu, dan keluargamu mempunyai hak atasmu. Oleh karenanya, berikanlah haknya kepada masing-masing pemiliknya."


Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Wahai ‘Abdullah, aku diberi kabar, bukankah engkau selalu berpuasa di siang hari dan shalat pada malam hari?" Aku menjawab: "Benar, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Jangan engkau lakukan! Berpuasa dan berbukalah, bangun dan tidurlah. Sebab jasadmu mempunyai hak atasmu, matamu mempunyai hak atasmu, dan isterimu mempunyai hak atasmu.'"


Kemudian Abud Darda' datang kepada Nabi n untuk men-ceritakan hal itu kepada beliau, maka beliau menjawab: "Salman benar."


Sudah jelas bahwa menikah adalah hal yang sangat dianjurkan, dan menjadi sunnah Nabi Muhammad saw. Orang yang dengan sengaja menghindari untuk menikah dengan alasan agar dapat beribadah dengan maksimal termasuk dalam orang-orang yang menyalahi sunnah. Apalagi jika kita menghindari menikah tanpa alasan yang jelas, terlebih lagi untuk kemaksiatan. Betapa berdosanya kita……


Wahai para pemuda…….


Apakah yang menghalangi kalian untuk menikah???????


(dimuat di www.syahadat.com)


29 April 2009

Pengorbanan Ibu

Setiap orang pasti memiliki seorang ibu. Ibu adalah orang yang paling banyak jasanya kepada kita. Kita tidak akan sanggup menghitung jasa seorang ibu kepada kita. Jasa dan pengorbanan yang dilakukannya sedemikian besar, sehingga mustahil bagi kita untuk membalas jasanya.


Pengorbanan seorang ibu sudah dimulai sejak kita masih berada dalam kandungannya. Kita lihat saja sekarang, apa yang dialami oleh seorang wanita yang sedang mengandung. Denagn hati-hati seorang ibu akan berusaha untuk menjaga kandungannya supaya tetap sehat. Belum lagi kesibukannya yang lain, yang dilakukannya sambil membawa kita dalam rahimnya.


Pengorbanan yang paling besar adalah saat kita mau lahir. Perjuangan yang berat dilaluinya untuk melahirkan kita. Bahkan dia rela mengorbankan nyawanya agar kita dapat lahir dengan selamat.


Saat kita masih bayi, kita dijaganya siang dan malam tanpa kenal lelah. Dua tahun kita disusuinya, hingga kita tumbuh sehat. Kita selalu dibimbingnya dengan sabar, tanpa mengeluh sedikitpun.


Jika kita renungkan lebih jauh, besarnya jasa seorang ibu tidak akan pernah dapat kita balas. Meskipun kita memberinya harta yang melimpah, memberikan perhatian yang banyak, namun jasanya tidak akan terbalas, sampai akhir hayat.


Sayangnya, saat ini tidak sedikit anak-anak yang berani menentang orang tuannya. Jika keinginan tidak dapat dipenuhi, bermacam cara dilakukannya. Dan yang lebih sering menerima perlakuan yang tidak layak dari mereka adalah sang ibu. Bahkan ada yang tega menganiaya sang ibu, yang telah mencurahkan kasih sayangnya kepada mereka.


Fenomena seperti ini sudah banyak terjadi di sekitar kita. Meskipun demikian, seorang ibu tetap menunjukkan kasih sayangnya yang tiada terhingga. Layakkah kita membalas kasih sayang dan kebaikan ibu kita dengan perilaku yang menyakiti hatinya?


Karena itu dalam Al-Quranul karim, Allah SWT memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua kita, terutama kepada ibu kita. Hal ini terdapat dalam beberapa ayat, yaitu:


وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا


Dan Robb-mu telah memerintahkan kepada manusia, janganlah ia beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut di sisimu, maka janganlah katakan kepada keduanya 'ah' dan janganlah kamu membentak kedua-nya. Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasing sayang. Dan katakanlah, 'Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil' (QS Al-Isra’:23-24)


وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا


"Dan sembahlah ALLAH dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya, sesungguhnya ALLAH tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri" (QS An-Nisa:36)


وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِن جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ


"Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebajikan kepada orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan"(QS Al-Ankabut:8)


Marilah mulai sekarang kita rubah perilaku kita kepada orang tua kita, terutama kepada ibu kita menjadi lebih baik. Jangan lagi kita menyakiti hatinya, karena kita takkan pernah mampu membalas jasanya.


Mengenal HAMAS

Belakangan ini, para mujahidin Hamas kembali menjadi buah bibir banyak orang di seluruh dunia. Dari kalangan muslim hingga non-muslim, perlawanan para mujahid Hamas terhadap zionis Israel menjadi bahan pembicaraan yang tidak pernah habis. Lantas, siapa atau apakah Hamas itu sebenarnya? Samakah Hamas dengan kelompok mujahid lain, seperti Hizbullah, misalnya? Semoga tulisan berikut ini dapat menjawab pertanyaan kita seputar Hamas.


HAMAS adalah kependekan dari Harokah al Muqowamah al Islamiyah atau Gerakan Perlawanan Islam, didirikan pada tanggal 14 Desember 1987 M oleh Syeikh para syuhada Ahmad Yasin bersama dengan beberapa orang yang meyakini pemikiran gerakan dan manhajnya.


Tahapan berdirinya Hamas


Fase 70-an : Harokah (Gerakan) sudah mampu berperan dalam meletakan dasar dan memunculkan kelompok-kelompok islam di berbagai yayasan dan asosiasi. Dari sinilah muncul perkumpulan dan lembaga islam hingga terbentuknya Universitas Islam.


Awal 80-an : Harokah semakin solid dalam aspek tanzhim (organisasi) dan ta’thir (ruang lingkup). Pada fase ini harokah merasakan kebutuhan yang mendesak untuk melakukan perlawanan terhadap pendudukan Zionis. Di tahun 1983 dibentuklah suatu komisi militer yang melakukan berbagai gerakan-gerakan rahasia untuk melindungi kerja-kerja militer hingga terbentuk Organisasi Jihad dan Dakwah (MAJD)


Tahun 1987 : Harokah mulai melakukan aksi-aksi massa untuk melakukan perlawanan terhadap pendudukan Zionis melalui berbagai domonstrasi dan penyebaran pamflet kepada rakyat Palestina di daerah Gaza demi memberikan pernyadaran dan kewaspadaan terhadap berbagai cara-cara penundukan yang dilakukan musuh. Desember 1987: Terjadi percikan pertama yang memunculkan HAMAS dikarenakan tindakan penganiayaan Zionis terhadap hak-hak rakyat Palestina hingga sampai tahap yang sudah tidak bisa ditahan.


Kehormatan dan hak-hak rakyat Palestina dihina dan direndahkan yang menyebabkan munculnya revolusi. Munculnya Gerakan INTIFADHAH (gelombang perlawanan) bulan Desember 1987 diawali dengan berbagai pemberontakan, revolusi, demonstrasi dan aksi-aksi yang menunjukkan penolakan rakyat Palestina.


Pada bulan-bulan itu juga para tokoh Gerakan Ikhwan memberikan berbagai pelatihan dalam menciptakan perlawanan massa dan penyebaran berbagai pamflet untuk menggiring opini umum dalam menentang pendudukan Zionis.


6 Desember 1987: Terjadi tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh seorang supir sebuah Truk Zionis yang menabrakkan kendaraannya ke sebuah mobil kecil yang membawa para pekerja Arab dan mengakibatkan 4 orang penduduk Palestina syahid. Kejadian tersebut menandai munculnya tahapan baru dalam jihad rakyat Palestina.


Para tokoh Gerakan Ikhwan di Gaza mulai melatih para mahasiswa cara-cara berdemonstrasi. Mereka pun rela menutup kampusnya pada hari-hari demonstrasi. Mereka terus menerus melakukan berbagai demonstrasi baik siang maupun malam sehingga berhasil mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat Palestina, bahkan rakyat pun ikut turun ke jalan bersama para mahasiswa menentang pendudukan Zionis. Inilah yang menjadi percikan pertama dari kemunculan intifadhah yang penuh berkah.


14 Desember 1987 : Merupakan tahapan baru dalam jihad rakyat Palestina menentang pendudukan Zionis zhalim yaitu tahapan yang mencerminkan gelombang perlawanan islam. Pada saat inilah terbentuk gerakan mujahidin Hamas. Pada awalnya dinamakan حمس (HAMAS) namun setelah beberapa hari diganti menjadi حماس (HAMAAS) kata yang berarti kekuatan dan aktivitas.


Kelahiran HAMAS ini diprakarsai oleh para tokoh Ikhwan yang berjumlah 7 orang. Mereka mengadakan pertemuan di wilayah Gaza setelah kejadian truk 6 Desember 1987 yang kemudian menghasilkan HAMAS.


Ketujuh orang pendiri HAMAAS itu adalah Syeikh Ahmad Yasin, DR. Ibrahim al Bazuri, Muhammad Syam’ah (perwakilan di kota Gaza), Abdul Fatah Dakhon (Perwakilan Wilayah Tengah), DR. Abdul Aziz ar Rantisi (Perwakilan Khan Yunus), Isa an Nasyar (perwakilan kota Rafah), Shalah Syahadah (Perwakilan Wilayah Utara).


Gerakan HAMAS ini membuat panik pendudukan Zionis sehingga pada tahun 1988 mereka melakukan banyak penangkapan dan pengusiran tidak terkecuali para pendiri gerakan kecuali Syeikh Ahmad Yasin yang baru dipenjarakan pada tahun 1989.


Berbagai penangkapan terhadap para pemimpin HAMAS di level pertama terus dilakukan namun itu semua tidak menghentikan regenerasi kepemimpinan dalam tubuh HAMAS hingga sampai level kelima. Penangkapan-penangkapan yang dilakukan Zionis itu tidak berpengaruh apa-apa apalagi menghentikan gerakan.


HAMAS juga menggunakan masjid dalam membangkitkan kesadaran dan perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Zionis, yang kemudian gerakan itu dikenal dengan “Tsaurotul Masjid” (Revolusi Masjid).


HAMAS adalah sebuah Gerakan Jihad, Da’wah dan Politik, ia berdiri di atas Syumuliyatul Islam (Universalitas Islam) yang mencakup semua aspek kehidupan. Hal itu dibuktikan dengan masuknya HAMAS ke medan politik dan ikut serta dalam Pemilu bahkan bisa memenangkannya.


Sejak awal, sebenarnya HAMAS sudah menunjukkan keuniversalannya, seperti memiliki Yayasan-yayasan Sosial, Pendidikan, politik dan Jihad. Masuknya HAMAS ke medan perpolitikan adalah proses alami yang bertujuan membenahi berbagai penyimpangan yang ada didalam berbagai peraturan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip rakyat Palestina dan memberikan perlindungan terhadap berbagai kekayaan dan hak-hak mereka. (disarikan dari hasil wawancara www.ikhwanonline.net dengan H. Muhammad Syam’ah, salah seorang pendiri HAMAS)


Sasaran utama Gerakan HAMAS adalah mendirikan negara Palestina diatas seluruh tanah Palestina melalui jihad yang diikuti oleh seluruh kaum muslimin. Didalam Manifestasi Gerakan dijelaskan bahwa kemunculan Intifadhah adalah demi iizzah dan kemuliaan rakyat Palestina sebagaimana disebutkan “Demi mnegembalikan hak-hak kami di negara kami dan meninggikan Panji Allah di bumi.”


Kemudian ditegaskan lagi didalamnya bahwa “Intifadhah (Perlawanan masal) rakyat kami adalah untuk berjaga-jaga di bumi yang sedang dijajah ini. Intifadhah lahir untuk menentang politik pemaksaan Zionis dan untuk memberikan penyadaran kepada setiap sanubari… “


Pemahaman aqidah HAMAS bersandar kepada Al Qur’an dan Sunanh Nabi. Kemunculan HAMAS diprakarsai oleh pemikiran Ikhwanul Muslimin dan HAMAS adalah salah satu sayap dari Gerakan Ikhwan.


Pasal Pertama di dalam Piagam Gerakan disebutkan bahwa manhaj HAMAS adalah islam. HAMAS menjadikan islam sebagai sumber pemikiran dan pemahamannya terhadap alam, kehidupan, manusia, kepadanya mereka berhukum dalam setiap prilakunya dan segala langkah-langkahnya juga merujuk kepadanya.”


HAMAS adalah salah satu mata rantai dari mata rantai-mata rantai jihad dalam memerangi orang-orang Zionis yang kemunculannya memiliki kaitan erat dengan asy Syahid Izzudin al Qossam dan para mujahidin Ikhwanul Muslimin tahun 1936, yang kemudian juga merupakan kelanjutan dari jihad rakyat Palestina dan jihad Ikhwanul Muslimin di dalam perang 1948 serta berbagai operasi jihad Ikhwan Muslimin di tahun 1967.


Struktur Organisasi Hamas


HAMAS terbagi menjadi 4 sayap yang saling terpisah :


1. Sayap Mobilisasi Massa.


2. Sayap Keamanan (dahulu bernama MAJD) yang dibentuk pada tahun 1983


3. Sayap Militer (Batalyon Asy Syahid Izzuddin Al Qossam), sebelumnya bernama “Mujahidu Filistiniyin” atau “Al Mujahiduun”


4. Sayap Politik


HAMAS berkeyakinan bahwa peperangan dengan Zionis di Palestina adalah peperangan eksistensi yang tidak mungkin dihentikan kecuali setelah berbagai penyebabnya dilenyapkan yaitu pendudukan Zionis di bumi Palestina dan perampasan tanah-tanahnya serta pengusiran para penduduknya. (disarikan dari www.islamweb.net)


Semoga Allah swt senantiasa memberikan kekuatan dan kesabaran kepada para mujahidin Palestina dalam meninggikan panji Allah dan menjaga kehormatan bangsa Palestina dan kaum muslimin dalam melawan orang-orang yang paling keras permusuhannya kepada kaum muslimin, yaitu Zionis Yahudi.


لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِّلَّذِينَ آمَنُواْ الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُواْ


“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS. Al Maidah : 82)


Terlepas apakah mereka yang sedang berjihad di bumi Palestina adalah HAMAS atau Ikhwanul Muslimin ataukah dari organisasi yang lainnya, selama mereka semua berniat untuk meninggikan kalimat Allah maka mereka adalah para mujahidin di jalan Allah yang harus selalu mendapatkan dukungan dari seluruh saudara-saudaranya kaum muslimin di setiap jengkal bumi Allah ini.


Allah telah memuliakan mereka dengan jihad, Allah telah meninggikan mereka dengan syahid di jalan-Nya dan Allah juga telah menjanjikan mereka dua ganjaran terbesar yaitu kemenangan dan surga.


Jadikanlah kejadian yang tengah melanda Palestina, khususnya Gaza saat ini sebagai sarana pemersatu seluruh umat islam. Lepaskanlah seluruh pakaian yang selama ini banyak menghiasi kaum muslimin dunia, seperti : ashobiyah (kesukuan), etnis, kedaerahan, kebangsaan, madzhab, ormas, jama’ah dan partai politik untuk kemudian mengenakan satu pakaian yang jauh lebih indah dan mulia, yaitu pakaian islam. Suatu pakaian yang diikat dengan tali akidah dan cocok dikenakan oleh seluruh umat islam dimana pun ia berada dan darimana pun ia berasal.


Ingatlah suatu hadits yang diriwayatkan dari Hudzaifah berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Barangsiapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka dia bukan dari golongan mereka (kaum muslimin).” (HR. Ath Thabrani)


Wallahu A’lam


28 April 2009

Bertetangga dalam Islam

Manusia adalah makhluk sosial, yang sudah pasti akan saling membutuhkan satu sama lainnya. Hal ini pun tidak dipungkiri dalam ajaran Islam. Islam telah menganjurkan, bahkan mewajibkan setiap orang untuk menghormati dan berbuat baik kepada tetangganya. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah saw telah berkata bahwa memuliakan atau berperilaku baik terhadap tetangga adalah salah satu tanda keimanan kepada Allah swt dan hari akhir. Dengan kata lain, tidak dikatakan beriman kepada Allah swt orang-orang yang tidak mau memuliakan atau berbuat baik kepada tetangganya.


Rasulullah saw telah bersabda, "....Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memu-liakan tetangganya". Dan di dalam riwayat lain disebutkan: "hendaklah ia berprilaku baik terhadap tetangganya". (HR. Muttafaq"alaih).


Sebagai agama yang rahmatan lil’alamin, tentu saja Islam tidak akan berlepas dari masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antar manusia, selain hubungan kepada Allah swt. Islam telah mengatur mengenai hak-hak tetangga yang harus ditunaikan oleh setiap umat muslim. Banyak sekali hak-hak tetangga yang terdapat di dalam ajaran agama Islam, yang diantaranya adalah sebagai berikut:


Rasulullah SAW bersabda: "Hak tetangga ialan, bila dia sakit, kunjungi. Bila wafat, antarkan jenazahnya. Bila dia rnembutuhkan uang, pinjami. Dan bila mengalami kesukaran/kemiskinan; maka jangan dibeberkan, aib-aibnya tutup-tutupi dan rahasiakan. Bila dia memperoleh kebaikan, maka kita turut bersuka cita dan mengucapkan selamat kepadanya. Dan bila menghadapi musibah, kamu datang untuk menyampaikan rasa duka. Jangan sengaja meninggikan bangunan rurnahmu melebihi bangunan rumahnya, lalu menutupi jalan udaranya. Dan Janganlah kamu mengganggunya dengan bau masakan, kecuali kamu memberikan (sebagian) kepadanya." (Al Hadits)


Menjenguknya


Hak pertama yang harus ditunaikan dalam hubungan bertetangga di dalam Islam adalah menjenguk tetangga yang sedang sakit atau terkena musibah. Menghibur dan memberikan motivasi tetangga kita yang tengah terkena musibah, bantu mereka agar tidak larut dalam duka yang berkepanjangan.


Dengan menjenguknya, maka mereka tidak akan merasa sendiri, masih ada orang-orang yang mempedulikan mereka. Kepedulian yang tampaknya tidak seberapa ini, dapat menjadi motivator bagi mereka untuk tetap bertahan dan bangkit kembali dari kedukaan.


Menghantarkan jenazahnya


Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak akan menemui ajalnya, maka hendaklah mereka saling membantu tetangganya yang salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Tidak peduli apakah ia seorang yang kaya raya atau miskin papa, presiden atau pemulung, si tampan atau si buruk rupa, semuanya pasti akan meninggal dunia. Untuk itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk membantu tetangganya untuk menghantarkan jenazahnya ketika meninggal.


Tidak ada seorang manusia pun di dunia ini, walau sekaya atau sehebat apapun ia, yang dapat berangkat ke kubur dan menguburkan jenazahnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Maka, siapapun kita dan siapapun tetangga kita, hendaknya kita tidak memilah siapa yang meninggal dalam memberikan bantuan tersebut.


Memberikan pinjaman


Allah swt telah menciptakan berbagai perbedaan dalam kehidupan ini bukan tanpa tujuan. Perbedaan yang terdapat dalam kehidupan ini merupakan satu alasan yang diberikan Allah swt kepada umat manusia untuk saling berbagi dan memberikan bantuan.


Salah satu perbedaan yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan ini adalah perbedaan taraf kehidupan atau kemampuan ekonomi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, atau antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain. Dan karena itulah, kemudian islam melalui Rasulullah saw juga memerintahkan kepada umatnya untuk saling memberikan pinjaman kepada tetangganya yang membutuhkan.


Menutupi aibnya


Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa menjaga aib saudaranya, termasuk aib tetangganya. Tidak layak bagi seorang muslim untuk mencari-cari keburukan atau kekurangan dari tetangganya. Dan tidak pantas pula bagi seorang muslim untuk membeberkan aib saudara atau tentangganya.


Hendaknya seorang muslim senantiasa menyembunyikan aib tetangganya, menjaga kehormatannya, dan menjaga hartanya pula dari orang-orang atau pihak-pihak yang akan mendholiminya manakala tetangganya sedang tidak berada dirumahnya.


Mengucapkan selamat


Umat islam harus senantiasa menghindarkan dirinya dari sikap iri hati dan dengki. Sikap iri hati atau dengki, selain dapat menghancurkan diri sendiri, juga dapat menghancurkan tetangganya. Karena, seseorang yang memiliki sikap ini tidak akan pernah merasa senang terhadap kebahagiaan atau nikmat yang diperoleh orang lain atau tetangganya.


Sebagai seorang muslim yang beriman, hendaknya kita senantiasa turut berbahagia terhadap kebahagiaan atau nikmat yang diperoleh tetangga kita. Sampaikan ucapan selamat kita kepadanya sebagai isyarat bahwa kita pun turut bahagia dan bersyukur kepadanya. Sampaikan ucapan selamat kita kepadanya, insya Allah akan membuat mereka mengerti bahwa kita pun peduli kepada mereka. Semoga dengan demikian akan timbul sikap saling menyayangi terhadap tetangganya.


Turut berduka


Dan ketika tetangga tengah berduka cita, mengalami musibah, ujian, atau menderita karena suatu penyakit, hendaknya kita pun tidak lupa untuk mendatanginya dan mengucapkan turut berduka cita atas musibah atau ujian yang menimpanya. Doakan ia agar Allah swt senantiasa memberikan ketabahan untuk menjalani ujian atau musibah tersebut dengan tetap istiqomah dalam syariat Islam.


Tidak Mengganggu


Kemudian, salah satu hak lain yang harus dipenuhi oleh seorang muslim dalam bertetangga adalah memberikan rasa aman dan tenteram kepada tetangganya. Islam sangat melarang umatnya untuk mengganggu atau menimbulkan gangguan kepada tetangganya.


Rasulullah saw bersabda, "Demi Allah, tidak beriman; demi Allah, tidak beriman; demi Allah, tidak beriman! Nabi ditanya: Siapa, wahai Rasulullah" Nabi menjawab: "Adalah orang yang tetangganya tidak merasa tentram karena perbuatannya". (HR. Muttafaq"alaih).


Lihatlah, hadits diatas telah melarang dengan keras umat islam untuk mengganggu atau menimbulkan ketidaknyamanan terhadap tetangganya. Namun, betapa banyak umat Islam yang saat ini tidak mempedulikan lagi akan larangan Rasulullah saw tersebut. Banyak umat muslim yang sengaja menyetel musik keras-keras, padahal mereka mengetahui bahwa tetangga mereka sedang sakit,sedang sholat,sedang mengaji, atau sedang tidur. Banyak sekali umat muslim yang senantiasa bersikap kasar, terkenal galak, dan sangat ditakuti oleh anggota masyarakat lainnya.


Tidak sombong


"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri..." (QS. An Nisaa’ : 36)


Allah swt telah dengan jelas menutup ayat di dalam firman-Nya di atas dengan perintah yang ditujukan kepada manusia untuk tidak saling membanggakan diri atau berlaku sombong.


Saling berbagi rezeki (tidak kikir)


Inilah salah satu alasan yang lain, mengapa Allah swt menciptakan perbedaan dalam kehidupan manusia. Salah satu tujuan adanya perbedaan dalam kehidupan manusia adalah agar mereka dapat hidup bersama dengan tenteram, saling membantu, saling berbagi, dan saling menjaga.


Rezeki yang diperoleh antara orang yang satu dengan orang yang lain tidaklah sama, ada yang banyak, ada yang berlebihan, ada yang pas-pasan, bahkan ada yang kekurangan. Oleh karena itu, Islam telah mengajarkan kepada umatnya untuk saling memberi. Ingatlah bahwa di dalam harta atau rezeki yang kita peroleh terdapat hak-hak orang lain yang tidak mampu.


Rasulullah saw telah bersabda kepada Abu Dzarr: "Wahai Abu Dzarr, apabila kamu memasak sayur (daging kuah), maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu". (HR. Muslim).


"Wahai wanita-wanita Islam! Janganlah kalian meremehkan pernberian tetangga walaupun hanya berupa kuku kambing" (HR. Bukhari dari Aisyah)



Demikianlah beberapa hak bertetangga di dalam agama Islam. Intinya, islam adalah agama rahmatan lil’alamiin, untuk itu setiap langkah, sikap, dan perilaku umat Islam dalam kehidupan ini hendaknya senantiasa dilandasi dengan sifat saling sayang-menyayangi terhadap sesamanya.


Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mengedepankan prinsip amarma’ruf dan nahi munkar dalam kehidupan bertetangga.


Wallahua’lam


dimuat di www.syahadat.com


Penyakit Hati dan Penangkalnya

Setiap manusia tentu memiliki hati. Hati inilah yang mempengaruhi tabiat dan sifat seseorang. Apabila hati ini baik, maka manusia tersebut akan memiliki sifat yang terpuji. Namun jika hati yang dimiliki seorang manusia telah penuh dengan niat jahat, dapat dipastikan bahwa tingkah laku orang tersebut tidak akan jauh dari tindakan yang merugikan orang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Muhammad saw:


“Ketahuilah, sesungguhnya pada setiap jasad ada sekerat daging, apabila dia baik maka baik seluruh anggota jasad, apabila dia jelek maka jelek semua anggota jasad, ketahuilah dialah hati.” (HR. Bukhori)


Perubahan sifat yang ada dalam hati ini terjadi dengan sangat cepat. Semua itu terjadi semata karena kekuasaan yang dimilii Allah SWT. Dia-lah yang membolak-balikkan hati manusia sesuai dengan kehendak-Nya. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut:


“Dinamakan hati (al-qolbu) karena cepatnya berubah.”(HR. Ahmad)


“Perumpamaan hati adalah seperti sebuah bulu di tanah lapang yang diubah oleh hembusan angin dalam keadaan terbalik.” (HR. Ibnu Abi Ashim)


“Sesungguhnya hati-hati anak Adam berada di antara dua jari-jari Alloh layaknya satu hati, Dia mengubah menurut kehendak-Nya.” (HR. Muslim)


“Ya Alloh, Dzat yang membolak-balikkan hati, condongkanlah hati kami untuk selalu taat kepada-Mu.” (HR. Muslim)


Meskipun demikian, kita harus terus berupaya untuk menjaga hati kita agar tidak terkena penyakit hati, yang menyebabkab kita tersesat dari jalan yang diridhoi Allah SWT. Begitu banyak penyakit yang dapat hinggap dalam hati kita, baik kita sadari maupun tidak.


Penyakit-penyakit hati tersebut dapat diketahui dengan melihat perilaku yang ditampilkan oleh seseorang dalam kesehariannya. Perilaku yang mencerminkan rusak dan sakitnya hati seseorang diantaranya adalah:


1. Melakukan kedurhakaan dan dosa


Di antara manusia ada yang melakukan kedurhakaan terus-menerus dalam satu jenis perbuatan. Ada pula yang melakukan dalam beberapa jenis bahkan semuanya dilakukan dengan terang-terangan, padahal Rosululloh bersabda:


“Setiap umatku akan terampuni kecuali mereka yang melakukan kedurhakaan secara terang- terangan.” (HR. Bukhori)


2. Merasakan kekerasan dan kekakuan hati


Keras dan kakunya hati seseorang membuat orang itu tidak memiliki sensitifitas terhadap masalah-masalah yang menimpa saudaranya sesame muslim. Hal ini karena ia tidak akan mampu dipengaruhi oleh apapun juga, dan hanya akan bertumpu pada keinginan pribadinya.


3. Tidak tekun beribadah


Ketekunan dalam beribadah merupakan sesuatu hal yang wajib kita laksanakan. Dalam beribadah kita harus benar-benar memperhatikan dengan seksama setiap gerakan dan ucapan/bacaan serta doa. Sedangkan orang yang hatinya mulai diliputi oleh “penyakit” tidak akan mampu tekun dan memperhatikan apa yang dilakukannya dalam beriadah.


4. Malas dalam ketaatan dan ibadah


Kalaupun ia beribadah, maka ibadah tersebut hanyalah sekedar rutinitas belaka, dan “kosong”. Masuk dalam kategori ini ialah perbuatan–perbuatan yang tidak dilakukan dengan mempedulikan nilai dari perbuatan tersebut atau meremehkan waktu-waktu yang tepat untuk melakukannya. Misalnya, melakukan sholat-sholat di akhir waktu, atau menunda-nunda haji padahal sudah ada kemampuan untuk melaksanakan.


5. Perasaan gelisah dan resah karena masalah yang dihadapi


6. Tidak tersentuh kandungan ayat-ayat suci Al Qur’an


7. Lalai dalam dzikir dan doa


8. Lalai dalam amar ma’ruf nahi munkar


Bara ghiroh dalam hati telah padam, tidak menyuruh kepada yang ma’ruf, tidak pula mencegah dari yang mungkar. Pada puncaknya, dia tidak mengetahui yang ma’ruf dan tidak mengetahui yang mungkar. Segala urusan dianggap sama


9. Gila kehormatan dan popularitas


Termasuk di dalamnya, gila terhadap kedudukan ingin tampil sebagai pemimpin yang menonjol dan tidak dibarengi dengan kemampuan yang semestinya.


“Sesunguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemiminan dan hal ini akan menjadi penyesalan pada hari kiamat.” (HR. Bukhori)


10. Bakhil dan kikir atas hartanya


Allah SWT memuji orang-orang Anshor dengan firman-Nya:


"… dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Hasyr [59]: 9)


Rosulullah saw bahkan bersabda :


“Tidaklah berkumpul pada hati seorang hamba selama-lamanya sifat kikir dan keimanan.” (HR. Nasai)


11. Mengakui apa-apa yang tidak dilakukannya


Padahal penyakit ini yang menjadikan binasanya umat terdahulu. Alloh berfirman:


"Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (QS. ash-Shof : 2–3)


12. Bersenang-senang diatas penderitaan umat muslim


13. Hanya pandai menilai kadar dosa yang dilakukan dan tidak melihat pada siapa dosa itu dilakukannya


14. Tidak peduli pada penderitaan sesama muslim


15. Mudah memutuskan tali silaturahmi/persaudaraan


16. Senang berbantah-bantahan yang mneyebabkan hatinya keras dan kaku


17. Sibuk dalam urusan dunia semata


18. Suka berlebih-lebihan


Penyembuhan


Perilaku tersebut diatas dapat dijadikan indikator awal akan adanya penyakit pada hati seseorang. Meskipun demikian, kita dapat menyembuhkan hati yang sakit tersebut dengan beberapa cara. Hal ini untuk mempertahankan keimanan yang ada dalam hati kita.


Rosulullah saw menggambarkan dalam salah satu sabda Beliau bahwa keimanan seorang hamba diibaratkan sebagai pakaian yang dibutuhkan untuk diperbaharui setiap saat. Beliau saw juga menggambarkan keimanan ibarat menatap bulan, terkadang bercahaya terkadang gelap, manakala bulan tersebut tertutup oleh awan maka hilanglah sinar dari rembulan tersebut, ketika gumpalan-gumpalan awan menghilang maka nampak kembali cahaya bulan tersebut.


Juga sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw :


“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah dia mengubah dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian adalah selemah-lemah iman.” (HR. Bukhari)


Ada beberapa hal yang bisa dilakukan seorang muslim sebagai upaya penyembuhan penyakit hati yang dideritanya:


1. Membaca dan menyimak Al Qur’an


Allah SWT telah memastikan bahwa al-Qur’an adalah penawar dari penyakit, penerang dan cahaya bagi hamba Allah yang dikehendaki-Nya. Firman Allah SWT :


"Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…." (QS. al-Isra’ : 82)


2. Merasakan keagungan Allah SWT


Banyak dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mengungkap tentang keagungan Alloh. Jika seorang muslim memperhatikan nash-nash tersebut, niscaya akan bergetar hatinya dan jiwanya akan tunduk kepada Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui sebagaimana firman Allah :


"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS. al-An’am: 59)


3. Mencari dan mempelajari ilmu agama


Yaitu ilmu yang bisa menghasilkan rasa takut kepada Allah SWT dan menambah nilai keimanannya. Tidak akan sama keadaan orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui.


4. Banyak berdzikir


Dengan berdzikir kepada Allah SWT keimanan bertambah, rohmat Allah datang, hati tenteram, para malaikat datang mengelilingi mereka, dosa-dosa terampuni. Rosulullah saw bersabda:


“Demi Dzat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, andaikata kamu tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam berdzikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas tempat tidurmu dan tatkala dalam perjalanan.” (HR. Muslim)


5. Memperbanyak amal sholeh


Banyak hal yang dapat digunakan sebagai ladang amal sholeh bagi kita. Sedangkan bentuk dan cara memperbanyak amal sholeh diantaranya adalah:


• Sesegera mungkin melaksanakan amal sholih


• Melaksanakan amal sholih secara terus-menerus


• Tidak gampang bosan dan capai dalam melaksanakannya


• Mengulang beberapa amal sholih yang terlupakan


• Senantiasa berharap apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT


6. Rajin melakukan ibadah


Di antara rahmat Allah SWT ialah dengan diberikan-Nya beberapa macam peribadatan, sebagiannya berbentuk fisik seperti sholat, sebagiannya berbentuk materi seperti zakat, sebagiannya berbentuk lisan seperti dzikir dan do’a. Bahkan satu jenis ibadah bisa dibagi kepada wajib, sunnah, dan anjuran. Yang wajib pun terkadang terbagi kepada beberapa bagian. Berbagai jenis ibadah ini memungkinkan untuk dijadikan sebagai penyembuh dari penyakit hati atau lemahnya keimanan.


7. Takut meninggal dalam keadaan su’us khotimah


8. Banyak mengingat mati


Rosulullah saw bersabda:


“Perbanyaklah mengingat penebas segala kelezatan, yakni kematian.” (HR. Tirmidzi)


Di antara cara yang efektif untuk mengingatkan seseorang terhadap kematian ialah dengan berziarah kubur, mengunjungi orang sakit, mengiringkan jenazah, dan lain-lain.


9. Selalu ingat akan tibanya hari akhir


10. Menelaah firman-firman Allah SWt yang terkait dengan peristiwa alam


11. Bermunajat dan pasrah kepada Allah SWT


12. Tidak terlalu mengharap dunia


13. Banyak melakukan ibadah hati


14. Berdo’a kepada allah SWT agar dijaga keimanan kita


Semoga kita terhindar dari penyakit hati yang dapat melemahkan dan bahkan menghilangkan keimanan kita kepada Allah SWT. Dan semoga Allah SWT memberikan perlindungan kepada kita, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin………


(disarikan dari http://cambuk-hati.web.id/)


dimuat di www.syahadat.com


24 April 2009

Islam dan Hidup Bermasyarakat

Hidup bermasyarakat merupakan cara kita untuk meningkatkan hubungan dengan manusia lain, atau yang kita kenal dengan hablum minan-naas. Masyarakat merupakan sebuah komunitas yang memungkinkan kita untuk terus berinteraksi dengan orang lain. Semua sifat unik dari masing-masing orang dapat kita temukan dalam masyarakat.


Masyarakat terdiri dari berbagai macam sifat dan kondisi manusia. Ada orang yang kaya, namun tidak sedikit pula yang hidup dalam kekurangan, ada yang memiliki sifat yang baik, dan ada juga orang yang bersifat kurang terpuji. Semua itu dapat kita temukan dalam masyarakat.


Karena begitu beragamnya tipe manusia yang kita temui dalam masyarakat, maka sudah sepantasnya jika kita berusaha menjaga perasaan masing-masing. Selain itu, ada norma-norma tertentu yang perlu kita perhatikan dalam bergaul dengan masyarakat. Islam sendiri telah mengatur tata cara pergaulan yang islami, yang dapat kita (lebih tepatnya harus) terapkan dalam bermasyarakat. Norma-norma bermasyarakat yang diajarkan dalam islam diantaranya adalah:


1. Saling memberi nasihat


Sebagai manusia kita tidak akan luput dari berbuat salah. Sebab kita hanyalah manusia biasa, yang sering lupa dan khilaf. Dan alangkah indahnya jika ada orang yang mau menegur dan menunjukkan kesalahan yang kita perbuat. Karena itulah, sebagai sesame manusia, terlebih lagi sebagai sesame muslim, kita wajib untuk saling menasehati dan salling mengingatkan satu dengan lainnya. Karena nasihat merupakan salah satu bentuk kepedulian kita terhadap sesama.


Nasihat juga merupakan salah satu bukti kesempurnaan dan lengkapnya keshalehan seseorang dalam menjalankan perintah agamanya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasululllah Muhammad saw:


Dari Tamim Ad-Daari ra. bahwa Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya agama (ad-din) itu an-nashihah." Kami bertanya, "Nasihat bagi siapakah, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Bagi Allah, bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, dan bagi para imam/ulama muslimin dan bagi orang-orang awam di antara kalian." (Muslim no. 55)


Dari Jabir bin Abdullah ra, aku membai'at Rasulullah saw untuk (mau) mendengar dan menaati (Islam). Lalu beliau mengajariku, "(Lakukanlah) apa yang dapat kamu lakukan dan (hendaknya) kamu menasihati kepada setiap muslim." (Bukhari no. 7204)


Sebagai sesama muslim, dalam bermasyarakat kita wajib untuk saling menasihati dalam berbagai hal kehidupan. Setidaknya ada lima hal yang dapat dilakukan oleh sesama muslim dalam masyarakat:


Pertama, saling mengingatkan untuk menjaga keikhlasan hanya untuk Allah SWT semata.


Kedua, saling menasihati untuk membenarkan dan menyakini bahwa Al-Qur'an itu benar dan diamalkan sebagai pedoman hidup.


Ketiga, saling mengingatkan untuk mengakui kebenaran Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya, untuk taat pada setiap perintahnya, serta meneladani dan melanjutkan risalah dakwahnya.


Keempat, mengingatkan imam/ulama jika mereka menyimpang dan taat kepada mereka dalam kebenaran.


Kelima, menasihati orang awam dalam bentuk membimbing mereka untuk memperoleh kemaslahatan.


2. Jauhi perbuatan zalim


Dalam sebuah hadits qudsi, Abu Dzar ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: Allah SWT berfirman, "Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan perbuatan zalim atas diri-Ku dan Aku jadikan kezaliman itu haram diantaramu, maka janganlah kamu saling menzalimi." (Muslim no. 2577)


Dari Jabir bin Abdullah ra, ia mendengar Rasulullah saw bersabda, "Muslim (sejati) itu ialah yang dapat menyelamatkan muslim lain dari gangguan lidah dan tangannya." (Muslim no. 41)


3. Berakhlak mulia


Abdullah bin 'Amr bin Ash ra berkata Rasulullah saw itu bukanlah seorang yang buruk perkataanya dan tidak berusaha untuk melakukan hal seperti itu. Bahkan Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya termasuk orang-orang pilihan di antaramu adalah yang paling bagus akhlaknya." (Bukhari no. 3559 dan Muslim no. 2331)


Dari Abu Darda ra, Rasulullah saw bersabda, "Tidak ada sesuatu yang paling berat timbangannya bagi mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang bagus. Dan sesungguhnya Allah membenci orang yang buruk tutur katanya dan jorok (cabul)." (Abu Dawud no. 4799 dan Turmudzi no. 2003)


Dari Jabir bin Abdullah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kamu dan paling dekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya. Dan sesungguhnya yang paling aku benci di antara kamu dan paling jauh tempatnya dariku pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara tanpa manfaat, yang banyak bicara dibuat-buat, dan memenuhi mulutnya dengan segala macam perkataan (tak berbobot)." (Turmudzi no. 2018)


4. Saling mambantu dalam kebaikan


Saling tolong menolong dan saling membantu sesame muslim dalam hal kebaikan adalah kewajiban kita. Jadi hendaknya kita selalu siap membantu saudara kita sesama muslim apabila dibutuhkan, terutama sekali jika tidak bertentangan dengan syariat islam. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah muhamma saw:


"Muslim itu saudara(nya) muslim. Ia tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menyerahkannya ke tangan musuh. Barangsiapa yang berkenan memenuhi hajat kebutuhan saudaranya, maka Allah pasti memenuhi hajatnya. Barangsiapa melepaskan suatu kesulitan muslim, maka Allah akan melepaskan darinya salah satu kesulitannya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) muslim, maka Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat." (Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580)


"Barangsiapa yang melepaskan suatu kesusahan seroang mukmin di antara berbagai kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan darinya salah satu di antara berbagai kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa yang memudahkan orang yang mendapatkan kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah itu akan selalu membantu hamba jika ia mau membantu saudaranya. Dan barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan untuk menuju surga. Tidak ada suatu kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah -Al-Qur'an-dan mereka mempelajari Al-Qur'an tersebut kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan mereka pun akan diliputi rahmat Allah serta mereka akan diliputi malaikan, bahkan Allah pun akan menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk lain di sisi-Nya. Serta, barangsiapa yang menangguhkan amal ibadahnya, maka tidak akan dipercepat keturunannya." (Muslim no. 2699)


5. Suka berkorban dan memberi


Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas itu ialah tangan yang memberi; sedangkan tangan yang di bawah ialah yang meminta-minta." (Bukhari no. 1429 dan Muslim no. 1033)


Abdullah bin Umar menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda dalam khutbahnya, "Jauhilah olehmu sifat kikir. Sebab, orang-orang sebelum kamu itu hancur karena kikir. (Pemimpin mereka) memerintahkan mereka untuk kikir, lalu mereka pun kikir; ia memerintahkan untuk memutuskan hubungan (persaudaraan) lalu mereka pun memutuskan hubungan (persaudaraan); dan ia memerintahkannya untuk berbuat durhaka, mereka pun melakukan perbuatan durhaka," (Abu Dawud no. 1698, Hakim no. 415, dan shahih al-jami' no. 2675)


6. Mengatakan kebenaran


Dalam bermasyarakat, sebaiknya kita selalu menjaga diri kita untuk selalu berada di jalan kebenaran, perkataan dan perbuatan kita. Jika kita selalu meniti jalan kebenaran, maka orang-orang akan dapat mempercayai kita dengan mudah. Terlebih sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk selalu mengatakan kebenaran, meskipun itu pahit buat kita.


Zaid bin Abdullah bin Umar ra bercerita bahwa ada sejumlah orang yang berkata kepada Abdullah bin Umar, "Kita sungguh akan memasuki (menghadap) Sultan atau Amir kita. Maka kita (mesti) mengatakan kepada mereka apa yang berbeda dengan apa yang kita katakan jika kita keluar dari sisi mereka." Lalu Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Kami menganggap yang seperti itu di masa Rasulullah saw sebagai kemunafikan." (Bukhari no. 7178)


7. Mangajak berbuat baik


Salah satu tujuan seorang muslim bergaul dengan masyarakat di sekitar dirinya adalah dalam rangka mengajak mereka untuk berbuat kebaikan. Dan ini adalah perintah Allah SWT "Hendaklah ada di antara kamu sekelompok orang yang mengajak kepada kebaikan dan melarang perbuatan munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS Ali Imrah: 110)


Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang mengajak kepada kebenaran, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tidak berkurang dari pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa sebesar dosa orang-orang yang mengikutinya, tidak berkurang dari dosa mereka sedikitpun." (Muslim no. 2674)


8. Menjauhi perbuatan munkar


Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak dapat, maka hendaknya ia mengubahnya dengan lidahnya; jika tidak dapat dengan itu, maka dengan hatinya, dan ini adalah keimanan yang paling rendah." (Muslim no. 49)


"Jika suatu kesalahan/dosa diperbuat di buka bumi, maka orang yang menyaksikannya dan membencinya lalu mengingkarinya seperti orang yang tidak ada di situ –tidak mengetahuinya– dan barangsiapa yang tidak ada di sana –tidak mengetahuinya– tetapi meridhainya, ia seperti orang yang menyaksikannya." (Abu Dawud no. 4345 dan Shahihul Jami' no. 7020)


9. Sabar dan murah hati


Sifat sabar dan murah hati adalah bekal yang harus disiapkan seorang muslim. Apalagi Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 134 menjadikan dua sifat ini sebagai ciri ketakwaan.


"Bergegaslah menuju ampunan Tuhanmu dan surga yang seluas langit dan bumi disiapkan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang mendermakan (hartanya) di waktu senang maupun ketika menderita, dan orang-orang yang menahan marahnya serta yang memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah itu suka kepada orang-orang yang (suka) berbuat baik."


Bahkan Rasulullah saw menyebut orang yang mampu menahan marah, bersabar, dan bermurah hati sebagai jagoan. Sabda Rasulullah saw:


"Orang jagoan itu bukanlah ditentukan dengan (jagoan) gulat. Justru orang jagoan itu ialah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah." (Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609)


10. Pemaaf, toleran, dan tawadhu’


Hidup bermasyarakat tentu tidak selamanya tanpa gesekan. Tidak dapat dihindari, gesekan antar anggota masyarakat dapat dengan mudah terjadi. Hal ini karena beragamnya sifat yang dimiliki oleh setiap orang. Tinggal bagaimana kita menyikapi gesekan yang terjadi tersebut dengan bijak, sehingga tidak menimbulkan gejolak yang lebih besar.


Sebagai seorang muslim, kita diajarkan untuk memiliki sifat pemaaf, toleran, dan selalu tawadhu’. Mungkin orang akan menganggap “kecil” kita, karena selalu mengedepankan sifat-sifat ini. Namun, sebenarnya sifat inilah yang justru akan memunculkan rasa persaudaraan antar sesama.


Abu Hurairah ra menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tiada berkurang harta karena sedekah, dan tiada Allah menambah seseorang karena (mau) memaafkan kecuali kemuliaan, dan tidak ada seorang hamba pun yang tawadhu' (merendahkan diri) karena Allah kecuali Allah akan mengangkatnya." (Muslim no. 2588)


Dari 'Iyadh bin Khimar ra, Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan kepadaku supaya kamu saling bertawadhu' sehingga tidak ada seorang pun yang bertindak lalim atas yang lain dan tidak ada seorang pun yang membanggakan diri atas yang lain." (Muslim no. 2865)


Bahkan, sifat merendah menjadi ciri ahli surga. Dan sebaliknya, kasar, tidak sabaran, congkak, dan sombong adalah ciri ahli neraka. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:


"Senangkah kalian jika aku beritahukan tentang ahli surga? Ia (ahli surga itu), setiap orang yang lemah dan memandang diri (sendiri) lemah, yang jika bersumpah kepada Allah pasti dikabulkan. Dan, sukakah kalian aku beritahukan tentang ahli neraka? Ia (ahli neraka itu) adalah setiap orang yang kasar, tidak sabaran, dan congkak lagi sombong." (Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853)


11. Sopan, santun, dan ramah


Rasulullah saw telah mengajarkan kita untuk selalu bersikap lemah lembut dan sopan kepada siapa saja. Bahkan kepada orang yang jelas-jelas bermaksud buruk dengan kita pun kita disarankan untuk menghadapinya dengan kelemah-lembutan. Sikap lemah lembut tidaklah menandakan bahwa kita ini oranmg yang lemah. Justru sebaliknya, sikap lemah lembut dapat membuat orang lain akan segan untuk bersikap sebaliknya kepada kita.


Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw berikut:


Suatu ketika pernah sekelompok orang Yahudi menemui Rasulullah saw Mereka berkata, "Al-saam 'alaika (semoga engkau dikenai racun)." Aisyah mendengar dan mengerti maksud kata-kata itu lantas membalas, "'Alaikum al-saam wa al-la'nah (semoga racun itu untukmu disertai kutukan)." Rasulullah saw berkata kepada Aisyah, "Jangan begitu Aisyah. Sesungguhnya Allah menyukai sifat lemah lembut dalam segala urusan." Aisyah berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah engkau dengar apa yang mereka katakan?" Rasulullah saw menjawab, "Telah aku jawab, wa 'alaikum." (Bukhari no. 6024)


Rasulullah saw berkata kepada Aisyah, "Hai Aisyah, engkau mesti lemah lembut (tidak kasar), dan jauhilah olehmu sifat kasar/kejam dan keji/kotor." (HR Bukhari no. 6030)


Rasulullah saw. berkata, "Hai Aisyah, janganlah berlaku keji/kotor." Masih diriwayat Muslim yang lain, Rasulullah saw. berkata, "Jangan begitu, hai Aisyah. Sebab, Allah tidak menyukai perbuatan keji dan mengata-ngatai secara kotor." (HR Muslim : 2165)


Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya sifat lemah lembut itu tidak ada pada sesuatu kecuali menghiasinya dan tidak tercabut dari sesuatu barang kecuali menjadi kotor/jeleklah barang itu." (Muslim no. 2594)


Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan, dan Dia memberi (kepada seseorang) karena kelembutan(nya) apa yang tidak diberikan-Nya (kepada seseorang) karena kekejaman(nya) dan apa yang tidak diberikan-Nya kepada orang yang mempunyai sifat selain sifat kejam." (Muslim no. 2593)


Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah pantas bagi shiddiq, mukmin yang bagus imannya, untuk menjadi pengutuk." (Muslim 2597)


Dari Abdullah bin Mas'ud ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Mukmin itu bukanlah pencemar nama baik orang, bukan pengutuk, dan bukan pelaku perbuatan keji, serta bukan yang buruk tutur katanya." (Turmudzi no. 1977 dan Silsilah Shahihah no. 320)


Dari Abu Darda ra bahwa Rasululllah saw bersabda, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan amal seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang bagus (mulia). Dan sesungguhnya Allah itu membenci orang yang suka melakukan perbuatan keji dan buruk tutur katanya." (Abu Dawud no. 4799, Turmudzi no. 2002, Silsilah Shahihah no. 876, dan Shahihul Jami no. 5597)


Dari Abdullah bin Mas'ud ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Mencela muslim itu perbuatan durhaka (fusuuq) dan membunuh muslim adalah suatu kekufuran." (Bukhari no. 48 dan 6044, Muslim no. 64 dan 116)


12. Bertutur kata yang baik


Senjata yang paling mematikan, yang dimiliki oleh manusia adalah lisannya. Perkataan seseorang dapat mendatangkan manfaat, namun banyak pula pertengkaran yang terjadi haya karena lisan. Karena itu, kita harus pandai-pandai menjaga lisan kita, sehingga hanya kata-kata yang baik lah yang keluar dari lisan kita.


Menjaga lisan bukan hanya untuk menjaga diri kita di dunia. Namun karena lisan pula kita dapat selamat dari siksa akhirat kelak, insya Allah.


Mu'adz bin Jabal ra diajarkan langsung tentang hal itu oleh Rasulullah saw"Senangkah kamu jika aku beritahukan apa yang menguasai (mencukupi) itu semua?" Mu'adz menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah saw." Rasulullah saw bersabda, "Tahanlah olehmu ini!" Rasulullah saw menunjuk lidahnya. Mu'adz berkata, "Wahai Nabiyullah, apakah kita akan dituntut dengan apa yang kita ucapkan?" Rasulullah saw menjawab, "Celakalah kamu, wahai Mu'adz, bukankah manusia dapat tersungkur ke dalam neraka hanya karena kata-kata yang keluar dari lidahnya?"


Sahal bin Sa'ad Al-Sa'idi ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang menjamin (memelihara) untukku apa yang ada di antara kedua kakinya dan apa yang ada di antara kedua janggutnya (lidahnya), aku menjamin baginya (masuk) surga." (Bukhari no. 6474 dan 6807)


Uqbah bin 'Amir ra berkata, "Wahai Rasulullah, di manakah tempat keselamatan itu?" Rasulullah menjawab, "Tahanlah lidahmu, rumahmu meski mencukupimu dan menangislah atas segala kesalahanmu." (Turmudzi no. 2406 dan Silsilah Shahihah no. 890)


Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam." (Bukhari no. 5185 dan Muslim no. 47)


13. Berkhidmat pada kaum muslimin


Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara." (QS Al-Hujurat: 10).


Karena dekatnya hubungan satu muslim dengan muslim yang lain sebagai saudara, jika ada yang sakit maka semua merasa sakit.


Anas bin Malik ra berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Tidak sempurna iman seseorang di antaramu kecuali jika ia mencintai saudaranya sebagaimana yang ia cintai untuk dirinya." (Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45)


Dari Nu'man bin Basyir ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan saling membantu itu bagaikan satu jasad. Jika ada di antaranya yang merasa sakit, maka semua unsur jasad ikut tidak tidur dan merasa demam." (Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)


Rasulullah saw mengancam seorang muslim yang tidak peduli dengan saudara muslimnya.


Hudzaifah Bin Yaman ra berkata, Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang tidak ihtimam (peduli) terhadap urusan umat Islam, maka bukan golongan mereka." (HR At-Tabrani)


14. Saling menolong


Allah SWT berfirman, "Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan; dan janganlah kamu saling menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan." (QS Al-Ma'idah: 2)


Anas bin Malik ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tolonglah saudaramu, baik ia sebagai penganiaya maupun sebagai yang teraniaya." Ada yang berkata, "Wahai Rasulullah, aku dapat menolongnya jika teraniaya. Lalu, bagaimana caranya menolong yang menganiaya?" Rasulullah saw. menjawab, "Engkau harus menghalanginya dari perbuatan zalimnya. Itulah cara meolongnya." (Bukhari no. 2443)


Dari Abu Darda ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang membela harga diri (martabat) saudaranya, maka Allah akan menolak dari wajahnya api neraka pada hari kiamat." (Turmudzi no. 1931 dan Ahmad no. 449)


15. Memiliki sifat sayang


Dari Jarir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Allah tidak menyayangi orang yang tidak menyayangi orang lain." Dalam riwayat lain, "Barangsiapa yang tidak sayang kepada manuasi, maka ia tidak disayangi Allah." (Bukhari no. 6013 dan Muslim no. 2319)


Dari Abdullah bin 'Amr bin Ash ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Para penyayang akan disayangi Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang ada di muka bumi, kamu pasti disayangi yang di langit." (Abu Dawud no. 4941, Turmudzi no. 1924, Silsilah Shahihah no. 925)


Dari Anas bin Malik ra dan Abdullah bin Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Bukanlah dari kelompok kami orang yang tidak sayang kepada yang kecil dan tidak hormat pada yang lebih besar (tua)." (Turmudzi no. 1919)


16. Punya rasa malu dan mengandalikan pandangan


Malu adalah ciri khas seorang muslim. Karena itu Rasulullah saw membela seseorang yang punya rasa malu dari celaan orang lain.


Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw pernah melewati seseorang yang mencela saudaranya karena rasa malunya dengan mengatakan, "Kamu ini terlalu pemalu," sehingga dikatakan, "Sungguh kamu celaka." Maka Rasulullah saw pun bersabda, "Biarkanlah ia, sebab malu itu bagian dari iman." (Bukhari no. 24 dan Muslim no. 36)


Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Iman itu enam puluh sekian cabang, dan malu sebagai satu cabang dari keimanan itu." (Bukhari no. 9 dan Muslim no. 350)


Tentang mengendalikan pandangan, Allah SWT berfirman, "Katakanlah kepada kaum mukminin: hendahnya mereka mengendalikan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada kaum mukminat, hendaknya mereka mengendalikan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS An-Nur: 31)


17. Tidak suka menjilat


Di masyarakat, kita sering menemui orang-orang yang memuji secara berlebihan pada seseorang. Tentunya pujian ini bukan pujian “gratis”, karena ada maksud yang diharapkan oleh si pemuji. Hal ini sering kita sebut dengan istilah “menjilat”.


Perbuatan menjilat ini sangat tidak dianjurkan dalam islam. Bahkan Rasulullah saw pun dengan tegas melarang seorang muslim melakukan perbuatan ini. Hal ini tersirat dalam hadist berikut:


Dari Abu Musa Al'Asy'ari ra bahwa Rasulullah saw penah mendengar seseorang menyanjung seseorang seraya memujinya secara berlebihan, lalu beliau bersabda, "Kamu yang memutuskan punggungnya." (Bukhari no. 2663 dan Muslim no. 3001)


Pernah seseorang memuji-muji Usman. Miqdad kemudian maju dan berlutut pada kedua lutut orang itu, lalu menumpahkan kerikil ke wajahnya. Usman berkata, "Apa yang kamu lakukan itu?" Miqdad menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah saw pernah bersabda, 'Jika kamu melihat orang-orang yang suka memuji-muji (menjilat), maka tumpahkanlah tanah pada wajahnnya." (Muslim no.3002)


18. Jangan menjadi beban masyarakat


'Auf bin Malik Al-Asyja'i berkata, kami sembilan atau delapan atau bertujuh orang pernah berada di sisi Rasulullah saw. Beliau bersabda, "Mengapakah kalian tidak berbai'at kepada Rasulullah?" Sebetulnya kami baru (beberapa hari) saja melakukan bai'at. Beliau bersabda lagi, "Mengapa kalian tidak membai'at Rasulullah?" Kami membentangkan tangan-tangan kami dan berkata, "Kami telah berbai'at kepada engkau, wahai Rasulullah, lalu atas dasar apa lagi kami mesti membai'atmu?" Rasulullah saw bersabda, "Kamu mesti berbai'at supaya tidak menyembah selain Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, melakukan shalat lima waktu, dan untuk mau mendengar dan mentaati." Lalu beliau bersabda, "Janganlah kamu meminta sedikitpun kepada manusia." Maka aku betul-betul melihat sebagian di antara mereka -sembilan atau delapan atau tujuh orang yang berbai'at itu-ketika terjatuh cemeti salah seorang di antara mereka, ternyata ia tidak meminta kepada seseorang pun untuk mengembalikan untuknya." (Muslim no. 1043)


19. Sabar menghadapi kesulitan hidup


Hidup tidak selamanya berjalan mulus-mulus saja. Akan selalu ada kesulitan yang menjadi batu sandungan kita dalam menjalani hidup ini. Sebagai umat muslim, kita diajarkan untuk selalu bersabar dalam menghadapi segala cobaan hidup, baik yang kecil maupun yang besar. Dengan sikap sabar dan tawakal dalam menghadapi cobaan kehidupan, maka kita akan dapat menatap kehidupan ini dengan optimis.


Dari Abu Sa'id Al-Khudri r. dan Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tiada menimpa kepada mukmin, baik berupa penyakit atau kelelahan, atau berupa penyakit atau kesedihan bahkan kegundahan yang memusingkannya kecuali Allah akan menghapuskan dengan itu segala dosanya." (Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)


Dari Shuhaib ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin itu, sesungguhnya segala urusannya baik baginya. Dan itu tidak ada kecuali bagi mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika ia ditimpa musibah/bencana, ia bersabar dan itu menjadi kebaikan baginya." (Muslim no. 2999)


20. Punya ukuran tentang baik dan buruk


Begitu banyak peristiwa dan masalah yang timbul akibat interaksi kita dengan masyarakat. Dan bisa jadi semua itu tidak membuat nyaman hati kita. Apalagi bila menyangkut halal-haram, baik-buruk, boleh-tidak boleh, patut-tidak patut. Karena itu, kita harus punya ukuran yang menjadi standar dalam memilah semua peristiwa dan masalah yang ditimbulkan akibat interaksi kita dengan orang lain. Ukuran itu adalah syari'at.


Nu'man bin Basyir ra berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara yang halan dan haram itu ada hal-hal yang musytabihat yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Tetapi, barangsiapa yang menjauhi yang musytabihat, ia telah membebaskan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam musytabihat, pasti terjerumus ke dalam yang haram. Hal itu bagaikan penggembala yang menggembala di sekitar kebun dikhawatirkan gembalaannya itu masuk ke dalamnya. Ingatlah, sesungguhnya bagi setiap raja itu ada kebun larangannya, dan sesungguhnya kebun larangan Allah itu segala yang diharamkan-Nya." (Bukhari no. 52 dan Muslim 1599)


Nawas bin Sam'an ra berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang kebaikan dan dosa. Rasulullah saw menjawab, "Al-Birr (kebaikan) itu adalah akhlak yang mulia; sedangkan dosa ialah apa yang berdetik -disertai dengan keraguan-dalam dadamu dan engkau tidak suka jika orang lain mengetahuinya." (Muslim no. 2553)


Sudah saatnya kita mengamalkan ajaran islam dalam hidup bermasyarakat. Kehidupan masyarakat yang dilandasi dengan nilai-nilai agama tentunya akan lebih indah dan membahagiakan. Semoga kita dapat menjadi orang yang selalu berpegang teguh pada nilai-nilai islam, dimanapun dan kapanpun kita berapa.


Wallahu a’lam


(dinukil dari milis pengusaha-muslim@yahoogroups.com)


sumber: www.syahadat.com


Dunia dan Hati Manusia

Berikut ini adalah dalil dalam Al Qur’an dan hadist tentang dunia dan hati manusia.


Allah SWT berfirman:


أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ


Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Al Hadid:16)


اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرّاً ثُمَّ يَكُونُ حُطَاماً وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاء وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ


Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.


Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS Al Hadid:20 – 21)


Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua buah nikmat yang banyak orang tetipu oleh keduanya; yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6049]).


Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jadilah kamu di dunia laksana orang yang asing atau musafir yang sedang bepergian.” Ibnu Umar berkata, “Jika kamu berada di waktu sore jangan menunda-nunda amal hingga pagi hari. Kalau kamu berada di waktu pagi jangan menunda-nunda amal hingga waktu sore. Manfaatkan kesehatanmu sebelum tiba sakitmu. Dan gunakan masa hidupmu sebelum tiba matimu.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6053]).


Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu mengatakan, “Dunia pasti akan lenyap meninggalkan kalian, sedangkan akhirat menanti di hadapan kalian. Masing-masing dari keduanya memiliki anak keturunan. Jadilah kalian anak-anak pengejar akhirat, janganlah kalian menjadi anak-anak pemuja dunia. Sesungguhnya hari ini (dunia0 adalah waktu beramal dan belum ada hisab. Sedangkan esok hari (akhirat) adalah hisab tanpa ada kesempatan untuk beramal.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq).


Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta niscaya dia akan mencari lembah yang ketiga. Tidak ada yang dapat memenuhi (kerakusan) perut anak Adam selain tanah. Dan Allah akan menerima taubat bagi siapa saja yang mau bertaubat kepada-Nya.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6072]).


Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah amal salah seorang dari kalian itu bisa menyelamatkan dirinya.” Para sahabat bertanya, “Tidak juga anda wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Tidak juga saya, hanya saja Allah telah mengaruniakan rahmat-Nya untukku. Lakukanlah yang ideal dan upayakanlah untuk mendekati ideal, segeralah beramal di waktu pagi dan sore, dan dengan memanfaatkan sedikit waktu di akhir malam. Sedang-sedanglah, niscaya kamu akan sampai.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6098]).


Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Akan masuk surga tujuh puluh ribu orang di antara umatku tanpa hisab, mereka adalah orang-orang yang tidak meminta diruqyah, tidak menganggap sial, dan hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [60107]).


Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berni menjamin untukku menjaga sesuatuyang terletak di antara kedua jenggotnya, dan di antara kedua kakinya, maka aku berani untuk menjaminkan baginya surga.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6109]).


Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah satu di antara tujuh golongan orang yang akan diberi naungan Allah pada hari kiamat adalah; seorang yang mengingat Allah lantas kedua matanya pun mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6114]).


Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim sejati adalah yang orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya, sedangkan orang yang benar-benar berhijrah adalah yang meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6119]).


Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6120]).


Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Neraka itu diliputi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan surga diliputi oleh hal-halyang disenangi.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6122]).


Anas bin Malik radhiyallahu’anhu mengatakan, “Sesungguhnya kalian akan melakukan perbuatan-perbuatan yang di mata kalian lebih ringan daripada rambut, namun bagi kami di masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam perbuatan itu termasuk perkara yang membinasakan.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq).


Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia suatu masa; ketika itu sebaik-baik harta seorang muslim adalah kambingnya yang dia gembalakan ke puncak-puncak bukit dan tempat-tempat tadah hujan, dia berlari menyelamatkan agamanya dari terpaan fitnah.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6130]).


sumber: syahadat.com


Riba dan Dampaknya

Kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan yang namanya riba. Bahkan dapat dikatakan bahwa kehidupan bermasyarakat kita tidak terlepas dari riba. Begitu besarnya perkembangan riba dalam kaehidupan masyarakat kita, sehingga amat sulit bagi kita untuk menghindarinya. Lihat saja sekarang, berapa banyak bank-bank konvensional yang dalam kegiatannya penuh dengan praktek riba. Belum lagi kegiatan usaha lain yang juga tidak lepas dari perbuatan riba.


Sebagai umat muslim kita diwajibkan untuk meninggalkan praktek riba. Sebab, praktek riba merupakan salah satu bentuk dari fitnah harta. Sedangkan Rasulullah saw sendiri pernah mengingatkan umatnya akan fitnah harta tersebut. Hal ini tercermin dari hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:


ليأتين على الناس زمان لا يبالي المرء بما أخذ المال أمِن الحلال أم مِنَ الحرام


“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli darimana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau haram.” (HR. Bukhari -Al Fath 4/296 nomor 2059; 4/313 nomor 2083)


Ibnu At Tiin mengatakan, “Sabda beliau ini merupakan peringatan terhadap fitnah harta sekaligus salah satu bukti kenabian beliau, karena memberitakan sesuatu yang tidak terjadi di masa beliau. Segi celaan dari hadits ini adalah penyamaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap dua perkara (yaitu perkara halal dan haram -pen), jika tidak demikian, tentunya memperoleh harta dari jalan yang halal tidaklah tercela. Wallahu a’lam.” (Fathul Baari 6/362)


Lantas sebenarnya, apakah riba itu? Dan apa saja dampak dari praktek riba pada diri kita, umat muslim? Semoga tulisan ini dapat memberikan gambaran dan tambahan pengetahuan bagi kita tentang riba, sehingga kita semua dapat terhindar dari praktek riba ini.


Definisi Riba


Secara etimologi riba berarti tambahan, baik yang terdapat pada sesuatu atau tambahan tersebut sebagai ganti terhadap sesuatu tersebut, seperti menukar satu dirham dengan dua dirham. Lafadz ini juga digunakan atas segala bentuk jual beli yang diharamkan (Syarh An Nawawi ‘alaa Shahih Muslim 11/8, Fathul Baari 4/312)


Adapun secara terminologi, riba berarti adanya tambahan dalam suatu barang yang khusus dan istilah ini digunakan pada dua bentuk riba, yaitu riba fadl dan riba nasiah (Lihat Al Mughni 6/52, Fathul Qadir 1/294; dinukil dari Ar Ribaa Adraruhu wa Atsaruhu fii Dlauil Kitabi was Sunnah).


Al Ustadz Aunur Rofiq Ghufron mengatakan, “Maksud tambahan secara khusus,ialah tambahan yang diharamkan oleh syari’at Islam, baik diperoleh dengan cara penjualan, atau penukaran atau peminjaman yang berkenaan dengan benda riba.” (Majalah As Sunnah edisi 3 tahun VII)


Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan riba adalah permintaan tambahan harta oleh penilik harta kepada peminjamnya, yang tidak sesuai degan syariat islam.


Dalil yang Mengharamkan Riba


Karena dampaknya yang tidak baik bagi masyarakat, maka riba merupakan salah satu perbuatan yang diharamkan, baik oleh Allah SWT maupun oleh Rasul Nya, Nabi Muhammad saw. Dalil-dalil yang mengharamkan praktek riba dalam kehidupan diantaranya adalah:


Dalil dari al-Qur’an, Allah ta’ala berfirman,


وَحَرَّمَ الرِّبَا


“Dan Allah telah mengharamkan riba.” (Qs. Al Baqarah: 275)


Dalil dari As-Sunnah:


لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba dan dua orang saksinya. Kedudukan mereka itu semuanya sama.” (HR. Muslim nomor 2995)


Lantas bagaimana jika ada orang yang menyatakan: “Bagaimana bisa transaksi ribawi dikatakan sebagai bentuk kezhaliman padahal mereka yang berhutang, ridha terhadap bentuk muamalah ini?”


Maka jawabannya adalah sebagai berikut:


Pertama, sesungguhnya bentuk kezhaliman dalam bentuk muamalah ribawi sangat nyata, yaitu mengambil harta milik orang lain secara batil. (Karena) sesungguhnya kewajiban bagi orang yang menghutangi adalah memberikan kelonggaran dan tambahan waktu bagi pihak yang berhutang tatkala kesulitan untuk melunasi hutangnya (sebagaimana firman Allah dalam surat al Baqarah ayat 280-pen). Apabila terdapat tambahan dalam transaksi tersebut lalu diambil, maka hal ini merupakan salah satu bentuk tindakan mengambil harta orang lain tanpa hak. Yang patut diperhatikan pula, bahwa seluruh hamba di bawah aturan yang telah ditetapkan Allah, mereka tidak boleh ridha terhadap sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah. Oleh karenanya, ridha dari pihak yang berhutang terhadap transaksi ribawi tidak dapat dijadikan alasan untuk melegalkan praktek ribawi.


Kedua, jika ditilik lebih jauh, sebenarnya pihak yang berhutang tidak ridla terhadap transaksi tersebut sehingga statusnya layaknya orang yang tengah dipaksa, karena dirinya takut kepada pihak yang menghutangi apabila tidak menuruti dan mengikuti bentuk mu’amalah ini, mereka akan memenjarakan dan melukai dirinya atau menghalanginya dari bentuk mu’amalah yang lain. Maka secara lisan (dirinya) menyatakan ridla, namun sebenarnya dirinya tidaklah ridla, karena seorang yang berakal tentunya tidak akan ridla hutangnya dinaikkan tanpa ada manfaat yang dia peroleh (Fiqh wa Fatawal Buyu’ hal. 10 dengan beberapa penyesuaian)


Dampak Riba


Tidak diragukan lagi bahwasanya riba memiliki bahaya yang sangat besar dan dampak yang sangat merugikan sekaligus sulit untuk dilenyapkan. Tentunya tatkala Islam memerintahkan umatnya untuk menjauhi riba pastilah disana terkandung suatu hikmah, sebab dinul Islam tidaklah memerintahkan manusia untuk melakukan sesuatu melainkan disana terkandung sesuatu yang dapat menghantarkannya kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Demikian pula sebaliknya, bila syari’at ini melarang akan sesuatu, tentulah sesuatu tersebut mengandung kerusakan dan berbagai keburukan yang dapat menghantarkan manusia kepada kerugian di dunia dan akhirat.


Namun, tatkala kesadaran mulai melemah dan rendahnya keinginan untuk merenungi nash-nash syar’i telah menyebar di kalangan kaum muslimin, perlu kiranya menjelaskan berbagai keburukan dan dampak negatif yang dihasilkan oleh berbagai transaksi ribawi.

Adapun dampak negatif dari praktek riba bagi manusia diantaranya adalah:


a. Dampak Negatif Bagi Individu


• Riba memberikan dampak negatif bagi akhlak dan jiwa pelakunya. Jika diperhatikan, maka kita akan menemukan bahwa mereka yang berinteraksi dengan riba adalah individu yang secara alami memiliki sifat kikir, dada yang sempit, berhati keras, menyembah harta, tamak akan kemewahan dunia dan sifat-sifat hina lainnya.


• Riba merupakan akhlaq dan perbuatan musuh Allah, Yahudi. Allah ta’ala berfirman:


وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا


“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An Nisaa’: 161)


• Riba merupakan akhlak kaum jahiliyah. Barang siapa yang melakukannya, maka sungguh dia telah menyamakan dirinya dengan mereka.


• Pelaku (baca: pemakan) riba akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan seperti orang gila. Allah ta’ala berfirman:


الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ


“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275)


• Seseorang yang bergelut dan berinteraksi dengan riba berarti secara terang-terangan mengumumkan dirinya sebagai penentang Allah dan rasul-Nya dan dirinya layak diperangi oleh Allah dan rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ . فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 278-279). Maka keuntungan apakah yang akan diraih bagi mereka yang telah mengikrarkan dirinya sebagai musuh Allah dan akankah mereka meraih kemenangan jika yang mereka hadapi adalah Allah dan rasul-Nya?!


• Memakan riba menunjukkan kelemahan dan lenyapnya takwa dalam diri pelakunya. Hal ini menyebabkan kerugian di dunia dan akhirat. Allah ta’ala berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ . وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. Ali Imran: 130-132)


• Memakan riba menyebabkan pelakunya mendapat laknat dan dijauhkan dari rahmat Allah. Rasulullah pun melaknat pemakan riba, yang memberi riba, juru tulisnya dan kedua saksinya, beliau berkata, “Mereka semua sama saja.” (HR. Muslim: 2995)


• Setelah meninggal, pemakan riba akan di adzab dengan berenang di sungai darah sembari mulutnya dilempari dengan bebatuan sehingga dirinya tidak mampu untuk keluar dari sungai tersebut, sebagaimana yang ditunjukkan dalah hadits Samurah radliallahu ‘anhu (HR. Bukhari 3/11 nomor 2085)


• Memakan riba merupakan salah satu perbuatan yang dapat menghantarkan kepada kebinasaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan!” Para sahabat bertanya, “Apa sajakah perkara tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Syirik, sihir, membunuh jiwa yan diharamkan Allah kecuali dengan cara yang hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan pertempuran dan menuduh wanita mukminah berzina.” (HR. Bukhari nomor 2615, Muslim nomor 89)


• Riba merupakan perbuatan maksiat kepada Allah dan rasul-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,


لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ


“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nuur: 63)


وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ


Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS. An Nisaa: 14)


وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا


“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzaab: 36)


وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا


“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka Sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (QS. Al Jin: 23)


• Pemakan riba diancam dengan neraka jika tidak bertaubat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,


الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ


padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah: 275)


• Allah tidak akan menerima sedekah yang diperoleh dari riba, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak akan menerima sesuatu kecuali yang baik.” (HR. Muslim 2/3 nomor 1014)


• Do’a seorang pemakan riba tidak akan terkabul.


Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan bahwa ada seorang yang bersafar kemudian menengadahkan tangannya ke langit seraya berdo’a, “Ya Rabbi, ya Rabbi!” Akan tetapi makanan dan minumannya berasal dari yang haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan oleh barang yang haram. Maka bagaimana bisa do’anya akan dikabulkan?! (HR. Muslim nomor 1014)


• Memakan riba menyebabkan hati membatu dan memasukkan “ar raan” ke dalam hati. Allah ta’ala berfirman,


كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ


“Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthaffifin: 14)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah di dalam jasad terdapat sepotong daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh badan. Namun jika ia rusak, maka rusaklah seluruh badan. Ketahuilah sepotong daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari 1/19 nomor 52, Muslim nomor 1599)


• Memakan riba adalah bentuk kezhaliman dan kezhaliman merupakan kegelapan di hari kiamat. Allah ta’ala berfirman,


وَلا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ . مُهْطِعِينَ مُقْنِعِي رُءُوسِهِمْ لا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ وَأَفْئِدَتُهُمْ هَوَاءٌ


“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (QS. Ibrahim: 42-43)


• Pelaku riba biasanya jarang melakukan berbagai kebajikan, karena dirinya tidak memberikan pinjaman dengan cara yang baik, tidak memperhatikan orang yang kesulitan, tidak pula meringankan kesulitannya bahkan dirinya mempersulit dengan pemberian pinjaman yang disertai tambahan bunga. Padahal Allah telah menerangkan keutamaan seorang yang meringankan kesulitan seorang mukmin.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa meringankan satu kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitannya di dunia , maka Allah akan meringankan kesulitan dari berbagai kesulitan yang akan dihadapinya pada hari kiamat kelak. Barangsiapa yang memeri keringanan bagi orang yang kesulitan, maka Allah akan memberi keringanan baginya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menyembunyikan aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat.” (HR. Muslim nomor 2699)


• Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa memperhatikan orang yang ditimpa kesulitan dan menghilangkannya, maka Allah akan menaunginya dalam naungan-Nya.” (HR. Muslim nomor 3006)


• Riba melunturkan rasa simpati dan kasih sayang dari diri seseorang. Karena seorang rentenir tidak akan ragu untuk mengambil seluruh harta orang yang berhutang kepadanya. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لا تنزع الرحمة إلا من شقي


“Tidaklah sifat kasih sayang itu diangkat kecuali dari seorang yang celaka.” (HR. Abu Dawud nomor 4942, Tirmidzi nomor 1923 dan hadits ini dishahihkan oleh al ‘Allamah Al Albani dalam Shahih Tirmidzi, 2/180)


Rasulullah juga bersabda, “Allah tidak akan menyayangi seseorang yang tidak sayang kepada sesama manusia.” (HR. Bukhari nomor 7376, Muslim nomor 2319)


Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Orang yang memiliki sifat kasih sayang akan disayangi oleh Ar-Rahman. Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya Dzat yang ada di langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Dawud nomor 1941, Tirmidzi nomor 924 dan hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Albani dalam Shahih Tirmidzi 2/180)


b. Dampak Negatif Bagi Masyarakat dan Perekonomian


• Riba menimbulkan permusuhan dan kebencian antar individu dan masyarakat serta menumbuhkembangkan fitnah dan terputusnya jalinan persaudaraan.


• Masyarakat yang berinteraksi dengan riba adalah masyarakat yang miskin, tidak memiliki rasa simpatik. Mereka tidak akan saling tolong menolong dan membantu sesama manusia kecuali ada keinginan tertentu yang tersembunyi di balik bantuan yang mereka berikan. Masyarakat seperti ini tidak akan pernah merasakan kesejahteraan dan ketenangan. Bahkan kekacauan dan kesenjangan akan senantiasa terjadi di setiap saat.


• Perbuatan riba mengarahkan ekonomi ke arah yang menyimpang dan hal tersebut mengakibatkan ishraf (pemborosan).


• Riba mengakibatkan harta kaum muslimin berada dalam genggaman musuh dan hal ini salah satu musibah terbesar yang menimpa kaum muslimin. Karena, mereka telah menitipkan sebagian besar harta mereka kepada bank-bank ribawi yang terletak di berbagai negara kafir. Hal ini akan melunturkan dan menghilangkan sifat ulet dan kerajinan dari kaum muslimin serta membantu kaum kuffar atau pelaku riba dalam melemahkan kaum muslimin dan mengambil manfaat dari harta mereka.


• Tersebarnya riba merupakan “pernyataan tidak langsung” dari suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan adzab dari Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إذا ظهر الزنا والربا في قرية فقد أحلوا بأنفسهم عذاب الله


“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al Hakim 2/37, beliau menshahihkannya dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalam Ghayatul Maram fii Takhrij Ahaditsil Halal wal Haram hal. 203 nomor 344)


• Riba merupakan perantara untuk menjajah negeri Islam, oleh karenanya terdapat pepatah,


الاستعمار يسير وراء تاجر أو قسيس


“Penjajahan itu senantiasa berjalan mengikuti para pedagang dan tukang fitnah.”


Kita pun telah mengetahui bagaimana riba dan dampak yang ditimbulkannya telah merajalela dan menguasai berbagai negeri kaum muslimin.


• Memakan riba merupakan sebab yang akan menghalangi suatu masyarakat dari berbagai kebaikan. Allah ta’ala berfirman,


فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا . وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا


Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang lain dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An Nisaa’: 160-161)


• Maraknya praktek riba sekaligus menunjukkan rendahnya rasa simpatik antara sesama muslim, sehingga seorang muslim yang sedang kesulitan dan membutuhkan lebih “rela” pergi ke lembaga keuangan ribawi karena sulit menemukan saudara seiman yang dapat membantunya.


• Maraknya praktek riba juga menunjukkan semakin tingginya gaya hidup konsumtif dan kapitalis di kalangan kaum muslimin, mengingat tidak sedikit kaum muslimin yang terjerat dengan hutang ribawi disebabkan menuruti hawa nafsu mereka untuk mendapatkan kebutuhan yang tidak mendesak.


Setelah kita mengetahui dampak buruk dari praktek riba, sudah saatnya kita sebagai umat muslim menjauhi segala bentuk praktek riba ini. Sebab, harta yang diperoleh dari praktek riba justru akan menjadi alat yang digunakan untuk menyiksa kita di akhirat kelak.


Wallahu a’lam


(dinukil dari tulisan Muhammad Nur Ichwan Muslim, yang dimuat di muslim.or.id)


sumber: www.syahadat.com