30 April 2009

Menikah

Pergaulan muda-mudi pada masa sekarang ini sudah sedemikian bebas. Hal ini membuat peluang untuk berzina menjadi sangat terbuka lebar. Untuk menghindari terjadinya perzinaan, maka salah satu caranya adalah dengan melangsungkan pernikahan.


Banyak orang yang berfikir menikah itu menghalangi kebebasan, setelah menikah, kita akan terkekang. menikah juga memerlukan biaya yang besar. belum lagi kehidupan setelah menikah, yamh tentunya membutuhkan biaya pula. benarkah demikian?


Menikah merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah, selain untuk menghindarkan diri dari perbuatan zina. Anjuran untuk menikah telah banyak disampaikan, baik itu melalui media informasi maupun dalam khutbah2 keagamaan. Lantas mengapa menikah itu sangat dianjurkan? Berikut kami sampaikan beberapa alasannya:


1. Menikah adalah sunnah Rasul


Menikah adalah salah satu Sunnah para Rasul. Setiap rasul yang diutus, menikah dan memiliki keluarga. Pantaskah kita tidak melaksanakan sunnah tersebut?


At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ayyub Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.


"Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah."


2. Siapa yang mampu menikah, menikah lah


menikah memang memerlukan persiapan. Saat kita menikah, tentunya kita membutuhkan mahar, sebagai salah satu syarat sah untuk menikah. Lantas, mengapa kita tidak menikah hanya karena alasan tidak ada biaya? bukankah selain menikah, kita juga dapat membentengi diri kita dengan puasa? tapi janganlah hal ini lantas sijadikan alasan untuk tidak menikah.


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita menikah, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu. Ia menuturkan: "Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu beliau bersabda kepada kami:


"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikah lah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).'"


3. Menikah dengan niat menjaga kesucian, pasti Allah akan menolongnya


Kadang kita takut untuk menikah karena khawatir kita tidak mampu memberi nafkah pada keluarga kita. Kenapa kita takut, padahal rejeki datangnya dari Allah? Bukankah Allah sudah menjamin rejeki setiap orang, termasuk setelah menikah? Menikah merupakan salah satu ibadah, mungkinkah Allah tidak memberikan balasannya?


Jika kita menikah karena niat yang suci, insya Allah rejeki kita akan dimudahkan oleh Allah.


At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.


"Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah; seorang budak yang ingin menebus dirinya dengan mencicil kepada tuannya, orang yang menikah karena ingin memelihara kesucian, dan pejuang di jalan Allah."


4. Menikah dengan wanita yang shalehah dan subur adalah kebanggaan di hari kiamat


Jika kita ingin menikah, alangkah baiknya jika calon pendamping yang kita pilih adalah orang yang benar-benar sholeh. Hal ini sangat penting demi kelangsungan mahligai pernikahan yang kita bangun, sehingga mampu membentuk sebuah keluarga yang sakinah.Janganlah kita menikah dengan sembarang orang, telebih lagi menikah dengan orang yang tidak beriman.


Selain itu, jika kamu hendak menikah, carilah dari keluarga yang wanita-wanitanya dikenal subur (banyak anak) dan berbelas kasih kepada suaminya, karena Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam membanggakanmu mengenai hal itu pada hari Kiamat. bukankah dengan menikah, salah satu tujuan kita adalah untuk memperoleh keturunan?


Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan: “Seseorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan: ‘Aku mendapatkan seorang wanita (dalam satu riwayat lain (disebutkan), ‘memiliki kedudukan dan kecantikan’), tetapi ia tidak dapat melahirkan anak (mandul); apakah aku boleh menikahinya?’ Beliau menjawab: ‘Tidak.’ Kemudian dia datang kepada beliau untuk kedua kalinya, tapi beliau melarangnya. Kemudian dia datang kepada beliau untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda: ‘Nikahilah wanita yang berbelas kasih lagi banyak anak, karena aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat yang lain.’”


5. Persetubuhan setelah menikah adalah sedekah


Aktivitas seksual setelah menikah dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan, atau untuk memelihara dirimu atau dirinya, maka engkau mendapatkan pahala; berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu, bahwa sejumlah Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah mendapatkan banyak pahala. Mereka melaksanakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, dan mereka dapat bershadaqah dengan kelebihan harta mereka."


Beliau bersabda: "Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa yang dapat kalian shadaqahkan. Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada yang ma'ruf adalah shadaqah, mencegah dari yang munkar adalah shadaqah, dan persetubuhan salah seorang dari kalian (dengan isterinya) adalah shadaqah."


Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kami yang melampiaskan syahwatnya akan mendapatkan pahala?"


Beliau bersabda: "Bagaimana pendapat kalian seandainya dia melampiaskan syahwatnya kepada hal yang haram, apakah dia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskannya kepada hal yang halal, maka dia mendapatkan pahala."


6. Menikah mengembalikan semangat “muda”


Menikah dapat mengembalikan kekuatan dan kepemudaan badan. Karena ketika jiwa merasa tenteram, tubuh menjadi giat.


Inilah seorang Sahabat yang menjelaskan hal itu kepada kita, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Alqamah Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan: “Aku bersama ‘Abdullah (bin Mas’ud), lalu ‘Utsman bertemu dengannya di Mina, maka ia mengatakan: ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, sesungguhnya aku mempunyai hajat kepadamu.’ Kemudian keduanya bercakap-cakap (jauh dari ‘Alqamah). ‘Utsman bertanya kepadanya: ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, maukah aku nikahkan engkau dengan seorang gadis yang akan mengingatkanmu pada apa yang dahulu pernah engkau alami?’ Ketika ‘Abdullah merasa dirinya tidak membutuhkannya, maka dia mengisyaratkan kepadaku seraya mengatakan: ‘Wahai ‘Alqamah!’ Ketika aku menolaknya, dia mengatakan: ‘Jika memang engkau mengatakan demikian, maka sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami: ‘Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu untuk menikah, maka menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah; karena puasa dapat mengendalikan syahwatnya.’”


7. Anak dapat memasukkan orang tuanya ke surga


Bagaimana anak memasukkan ayah dan ibunya ke dalam Surga? Mari kita dengarkan jawabannya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits qudsi. Imam Ahmad meriwayatkan dari sebagian Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda.


"Di perintahkan kepada anak-anak di Surga: 'Masuklah ke dalam Surga.' Mereka menjawab: 'Wahai Rabb-ku, (kami tidak masuk) hingga bapak dan ibu kami masuk (terlebih dahulu).' Ketika mereka (bapak dan ibu) datang, maka Allah Azza wa Jalla berfirman kepada mereka: 'Aku tidak melihat mereka terhalang. Masuklah kalian ke dalam Surga.' Mereka mengatakan: 'Wahai Rabb-ku, bapak dan ibu kami?' Allah berfirman:


'Masuklah ke dalam Surga bersama orang tua kalian.'”


8. Menggunakan seluruh waktu untuk beribadah menyalahi sunnah Nabi Muhammad saw


Sebagian manusia memutuskan untuk beribadah dan menjadi "pendeta" serta tidak menikah, dengan alasan bahwa semua ini adalah taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Kita sebutkan kepada mereka dua hadits berikut ini, agar mereka mengetahui ajaran-ajaran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan keharusan mengikuti Sunnahnya pada apa yang disabdakannya.


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas bin Malik, ia menuturkan: Ada tiga orang yang datang ke rumah isteri-isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka diberi kabar, mereka seakan-akan merasa tidak berarti. Mereka mengatakan: "Apa artinya kita dibandingkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan terkemudian?" Salah seorang dari mereka berkata: "Aku akan shalat malam selamanya." Orang kedua mengatakan: "Aku akan berpuasa sepanjang masa dan tidak akan pernah berbuka." Orang ketiga mengatakan: "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya." Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang lalu bertanya: "Apakah kalian yang mengatakan demikian dan demikian? Demi Allah, sesungguhnya aku lebih takut kepada Allah dan lebih bertakwa daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, serta menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.'"


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujui Salman Radhiyallahu ‘anhu atas apa yang dikatakannya kepada saudaranya, Abud Darda' Radhiyallahu ‘anhuma yang telah beristeri, agar tidak menghabiskan waktunya untuk beribadah dan menjauhi isterinya, yaitu Ummud Darda’ Radhiyallahu ‘anha. Dia menceritakan kepada kita peristiwa yang telah terjadi.


Al-Bukhari meriwayatkan dari Wahb bin ‘Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara Salman dan Abud Darda'. Ketika Salman mengunjungi Abud Darda', dia melihat Ummud Darda' mubtadzilah (memakai baju apa adanya dan tidak memakai pakaian yang bagus). [17] Dia bertanya: "Bagaimana keadaanmu?" Ia menjawab: "Saudaramu, Abud Darda', tidak membutuhkan dunia ini, (yakni wanita. Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat tambahan: ‘Ia berpuasa di siang hari dan shalat di malam hari’).”


Kemudian Abud Darda' datang lalu Salman dibuatkan makanan. "Makanlah, karena aku sedang berpuasa," kata Abud Darda'. Ia menjawab: "Aku tidak akan makan hingga engkau makan." Abud Darda' pun makan. Ketika malam datang, Abud Darda' pergi untuk mengerjakan shalat.


Salman berkata kepadanya: "Tidurlah!" Ia pun tidur. Kemudian ia pergi untuk shalat, maka Salman berkata kepadanya: "Tidurlah!" Ketika pada akhir malam, Salman berkata: "Bangunlah sekarang." Lantas keduanya melakukan shalat bersama.


Kemudian Salman berkata kepadanya: "Rabb-mu mempunyai hak atasmu, dirimu mempunyai hak atasmu, dan keluargamu mempunyai hak atasmu. Oleh karenanya, berikanlah haknya kepada masing-masing pemiliknya."


Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Wahai ‘Abdullah, aku diberi kabar, bukankah engkau selalu berpuasa di siang hari dan shalat pada malam hari?" Aku menjawab: "Benar, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Jangan engkau lakukan! Berpuasa dan berbukalah, bangun dan tidurlah. Sebab jasadmu mempunyai hak atasmu, matamu mempunyai hak atasmu, dan isterimu mempunyai hak atasmu.'"


Kemudian Abud Darda' datang kepada Nabi n untuk men-ceritakan hal itu kepada beliau, maka beliau menjawab: "Salman benar."


Sudah jelas bahwa menikah adalah hal yang sangat dianjurkan, dan menjadi sunnah Nabi Muhammad saw. Orang yang dengan sengaja menghindari untuk menikah dengan alasan agar dapat beribadah dengan maksimal termasuk dalam orang-orang yang menyalahi sunnah. Apalagi jika kita menghindari menikah tanpa alasan yang jelas, terlebih lagi untuk kemaksiatan. Betapa berdosanya kita……


Wahai para pemuda…….


Apakah yang menghalangi kalian untuk menikah???????


(dimuat di www.syahadat.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar